artikel zakat

Tuesday, November 01, 2005

Fungsi dan Hikmah Zakat
Zakat adalah ibadah maaliyah ijtima'iyah yang memiliki posisi yang sangat penting, strategis dan menentukan, baik dilihat dari sisi ajaran Islam maupun dari sisi pembangunan kesejahteraan ummat. Sebagai suatu ibadah pokok, zakat termasuk salah satu rukun (rukun ketiga) dari rukun Islam yang lima, keberadaannya dianggap sebagai ma'lum min ad-dien bi adl-dlarurah atau diketahui secara otomatis adanya dan merupakan bagian mutlak dari keislaman seseorang ( Ali Yafie, 1994: 231 ).
Di dalam Al Qur'an terdapat dua puluh tujuh ayat yang memuji orang-orang yang secara sungguh-sungguh menunaikannya, dan sebaliknya memberikan ancaman bagi orang yang sengaja meninggalkannya. Karena itu, Rasulullah SAW pernah melakukan isolasi sosial kepada seseorang yang enggan membayar zakat hartanya. Abu Bakar As Shiddiq bertekad memerangi orang yang mengerjakan sholat, akan tetapi secara sadar dan sengaja tidak mau menunaikan zakat.
Dari pembangunan kesejahteraan ummat, zakat merupakan salah satu instrumen penting dalam pemerataan pendapatan. Dengan zakat yang dikelola dengan baik, dimungkinkan membangun pertumbuhan ekonomi sekaligus pemerataan pendapatan, economic growth with equity (AM Saefuddin, 1996 : 99). Monzer Kahf (1995 : 88) menyatakan bahwa zakat dan sistem pewarisan Islam cenderung kepada distribusi harta yang egaliter, dan bahwa sebagai akibat dari zakat, harta akan selalu beredar. Zakat, menurut Mustaq Ahmad (2001: 75) adalah sumber utama kas negara, sekaligus merupakan soko guru dari kehidupan ekonomi yang dicanangkan Al Qur'an. Zakat akan mencegah terjadinya akumulasi harta pada satu tangan, dan pada saat yang sama akan mendorong umat untuk melakukan investasi dan mempromosikan distribusi.
Zakat juga merupakan institusi komprehensif untuk distrubusi harta, karena hal itu menyangkut harta setiap muslim secara praktis, saat hartanya telah sampai atau melewati nishab. Akumulasi harta di tangan seseorang atau sekelomok orang kaya saja, secara tegas dilarang Allah SWT, sebagaimana firman-Nya dalam QS. 59:7: " agar harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja antara kamu ..".

Harta Obyek Zakat Ekonomi Modern
Dalam menentukan harta sebagai obyek zakat, Al Qur'an dan Hadits mengemukakan dua pendekatan, yaitu tafsili (terurai dan terinci) dan ijmali (global).
Secara tafsili, dikemukakan dalam Al Qur'an dan Hadits beberapa jenis harta yang menjadi obyek zakat, yaitu : Zakat pertanian, seperti yang dikemukakan dalam QS. 6 : 141. Zakat emas dan perak, dikemukakan dalam QS. 9 : 34-35 dan beberapa Hadits Nabi. Zakat peternakan dikemukakan dalam beberapa Hadits Nabi. Zakat industri barang tambang dan hasil temuan (rikaz), dikemukakan dalam Hadits nabi. Terhadap harta zakat secara rinci ini, Ibn Qayyim Al Jauziyah (1995 : 3) membaginya ke dalam empat kelompok besar. Pertama, kelompok tanaman dan buah-buahan. Kedua, kelompok hewan ternak yang terdiri dari tiga jenis yaitu ; unta, sapi dan kambing. Ketiga, kelompok harta perdagangan dengan berbagai jenisnya. Sedangkan rikaz atau barang temuan, sifatnya insidentil, Abu Ubaid (tt. 596) menyatakan bahwa obyek zakat secara rinci tersebut terbagi dalam dua bagia. Pertama, harta dlahir, yaitu harta yang tampak dan tidak mungkin orang menyembunyikannya, seperti tanaman dan buah-buahan. Kedua, harta bathin, yaitu harta yang mungkin saja seseorang menyembunyikannya seperti emas dan perak.
Sedangkan pendekatan ijmali (global) yaitu Al Qur'an menyebutkannya dengan kata-kata harta (maal), seperti dikemukakan dalam QS. 2 : 267. Ahmad Mustafa Al Maraghi (1365 H: 39) ketika menjelaskan ayat tersebut merupakan perintah Allah SWT kepada orang-orang yang beriman untuk mengeluarkan zakat dan infak dari segala macam harta yang dimiliki dan diusahakan. Karena itu segala macam penghasilan, pendapatan dan yang menghasilkan uang, termasuk kategori obyek zakat, jika memenuhi syarat berzakat, wajib dikeluarkan zakatnya.
Sektor ekonomi modern yang berkembang dari waktu ke waktu jelas termasuk obyek zakat yang sangat potensial. Misalnya penghasilan yang didapat melalui keahlian, yang sering disebut dengan zakat profesi, seperti profesi dokter, ahli kandungan, dosen, pegawai, konsultan, pengacara, perancang pakaian dan lain sebagainya, jelas termasuk obyek zakat.
Perusahaan yang dikelola secara sendiri maupun bersama-sama dalam bentuk PT, CV, koperasi, pada setiap akhir tahun harus menghitung zakatnya. Peternakan ayam, itik, dan yang lainnya pada setiap akhir tahun harus menghitung zakatnya dengan dianalogikan kepada zakat perdagangan. Demikian pula usaha sarang burung walet, usaha tanaman anggrek, usaha investasi properti dan sektor-sektor modern lainnya yang kini semakin bervariasi, harus dikeluarkan zakatnya, dengan cara di analogikan pada zakat pertanian atau dianalogikan pada zakat perdagangan.

Optimalisasi Pengumpulan dan Pendayagunaan Zakat
Satu hal perlu kita sadari bersama bahwa pelaksanaan ZIS (terutama zakat) bukanlah semata-mata diserahkan kepada kesadaran muzakki, akan tetapi juga tanggung jawab memungut dan mendistribusikannya dilakukan oleh 'amilin (QS. At Taubah: 60 dan 103). Zakat bukan pula sekedar memberikan bantuan bersifat konsumtif kepada para mustahik, akan tetapi lebih jauh dari itu untuk meningkatkan kualitas hidup para mustahik, terutama fakir miskin.
Karena itu, sesungguhnya titik berat tentang pembahasan optimalisasi pengumpulan dan pendayagunaan ZIS adalah pada peningkatan profesionalisme kerja (kesungguhan) dari amil zakat, sehingga menjadi amil zakat yang amanah, jujur dan kapabel dalam melaksanakan tugas-tugas keamilan. Sarana dan prasana kerja harus dipersiapkan secara memadai, demikian pula para petugasnya yang telah dilatih secara baik (QS. Al Mu'minuun : 8).
Pada sisi pengumpulan, banyak aspek yang harus dilakukan, seperti aspek penyuluhan. Aspek ini menduduki fungsi kunci untuk keberhasilan pengumpulan ZIS. Karena itu, setiap sarana harus dimanfaatkan secara optimal. Mulai dari medium khutbah jum'at, majelis taklim, surat kabar, majalah, melihat secara langsung penyaluran dan pendayagunaan ZIS, bisa juga dalam bentuk gambar, potret, tayangan televisi, dan sebagainya. Ini semua akan menumbuhkan kepercayaan kepada muzakki. Brosur-brosur ang sifatnya praktis yang berisikan tentang al amwaal az akawiyyah dan cara perhitungannya, akan sangat membantu usaha sosialisasi ZIS ini. Aspek lainnya yang juga penting adalah pengumpulan dan pengolahan data muzakki di lingkungan masing-masing. Pada sisi penyaluran dan pendayagunaan ZIS, perlu diperhatikan kembali beberapa hal (Kamaen, 1996) yaitu sebagai berikut : Aspek pengumpulan dan pengolahan data mustahik perlu diperhatikan terlebih dahulu untuk menetapkan berapa jumlah mustahik yang akan mendapatkannya dan penetapan skala prioritasnya.
Harus diperhatikan pula bahwa keberhasilan amil zakat bukan ditentukan oleh besarnya dana ZIS yang dihimpun atau didayagunakan, melainkan juga pada sejauh mana para mustahik (yang mendapatkan ZIS produktif) dapat meningkatkan kegiatan usaha ataupun bekerjanya. Oleh karena itu, aspek monitoring dan pembinaan perlu mendapatkan perhatian yang sungguh-sungguh.
Lembaga zakat harus memberikan laporan yang transparan sehingga dapat diketahui oleh para muzakki maupun masyarakat secara keseluruhan mengenai pemanfaatan dan pendayagunaan dana ZIS tersebut.
Sebagai konsekuensi dari optimalisasi penyaluran ZIS kepada para mustahik, terutama dalam rangka pengentasan kemiskinan, kiranya dirasa perlu para fakir dan miskin bernaung dalam suatu organisasi yang mempunyai kekuatan hukum, seperti yayasan, koperasi, ataupun lembaga swadaya masyarakat lainnya. Dan hal ini sejalan dengan UU No. 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat.

Wallahu a'lam bi ash-showab.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home